MAKALAH ILMU KALAM "Mu'tazilah dan Asy'ariyah"

by 22.16 0 komentar
MAKALAH ILMU KALAM
“Aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam yang diampu oleh
Bapak Farid Hasan, S.Th.I., M. Hum.
 










Disusun oleh:
Naila Rajiha (113-13-043)

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN 2015


 KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. Karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nyalah makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam dengan judul “Aliran Mu’tazilah dan Asy’ariah”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan membantu mahasiswa dalam mempelajari materi mata kuliah Ilmu Kalam pada semester 4 ini. Amin.



                                                                                                Salatiga, 28 Maret 2015

                                                                                                                 Penyusun







           
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang ..................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah  .............................................................................................................. 1
Tujuan  ................................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A.  Aliran Mu’tazilah  
Pengertian   ...................................................................................................................... 2
Sejarah dan Latar belakang  ............................................................................................ 2
Pokok Ajaran ................................................................................................................... 3
Golongan dan Tokoh ....................................................................................................... 4
B.  Aliran Asy’ariah
Pengertian   ...................................................................................................................... 5
Sejarah dan Latar belakang  ............................................................................................ 5
Pokok Ajaran .................................................................................................................. 6
Golongan dan Tokoh ...................................................................................................... 7

BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan  ......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Berbicara tentang aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah, sebenarnya erat kaitannya dengan ketuhanan. Pembahasan aliran-aliran seringkali ditemukan dalam masalah teologis. Teologis sendiri berarti ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Munculnya persoalan teologis berawal dari masalah politik. Seperti yang sudah dibahas pemakalah sebelumnya yakni tentang pembunuhan khalifah ketiga Utsman bin Affan, peristiwa ini menyebabkan Mu’awiyah menolak kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan semakin meningkat hingga terjadi perang Shiffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Keputusan Ali menerima tahkim ini, menimbulkan berbagai tanggapan dari pengikutnya. Ada yang menentang dan keluar, yakni kelompok Khawarij, dan adapula kelompok Syi’ah yang tetap setia dengan Ali. Keduanya merupakan kelompok ekstrim, namun disamping itu adapula kelompok moderat dalam menanggapi peristiwa tahkim. Salah satu contoh yaitu Murji’ah yang berposisi netral.
      Selain tiga telompok yang sudah diceritakan tersebut, lahir pula aliran-aliran yang beragam diantaranya Mu’tazilah dan Asy’ariyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah?
2.      Bagaimana sejarah dan latar belakang aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah?
3.      Apa saja golongan dan tokoh dalam aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah?
4.      Apa saja pokok ajaran Mu’tazilah dan Asy’ariyah?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
2.      Mengetahui sejarah dan latar belakang aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
3.      Mengetahui golongan dan tokoh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
4.      Mengetahui apa saja pokok ajaran aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
BAB II
PEMBAHASAN
     I.          Aliran Mu’tazilah
A.  Pengertian
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.

B.  Sejarah dan Latar Belakang
Terdapat beberapa pendapat tentang nama Mu’tazilah. Salah satu sumber menyatakan bahwa mereka disebut dengan kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara kedua posisi itu (al-manzilah bain al-manzilatain). Menurut versi ini mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menganggap orang yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk) golongan mukmin dan kafir.[1]
Ada salah satu keterangan bahwa asal usul kaum Mu’tazilah berawal dari peristiwa yang terjadi diantara Wasil Ibn ’Atha’ serta temannya ’Amr Ibn ’Ubaid dan Hasan al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagaimana yang diketahui orang Khawarij memandang mereka kafir sedangkan kaum Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basir masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: ”Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukanlah kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir.” kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di masjid; di sana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan: ”Wasil menjauh diri dari kita (i’tazala’ ana).”  [2]  Kelompok yang memisahkan diri (beri’tizal) pada peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
[3]Kata Mu’tazilah berasal dari ”i’tazala” dan ”al-Mu’tazilah” telah dipakai kira-kira seratus tahun sebelum peristiwa Wasil dengan Hasan Al-Bashri, dalam arti golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikain politik yang ada di zaman mereka (Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Sebutan Mu’tazilah lebih banyak ditujukan pada zaman Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Hisyam ibnu Malik (Wasil dan Hasan Al-Bashri).[4]
Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa orang pertama membina aliran Mu’tazilah adalah Wasil Ibn ’Atha’. Sebagai dikatakan al-Mas’udi, ia adalah, syeikh al-Mu’tazilah wa qadimuha, yaitu kepala dan Mu’tazilah yang tertua. Ia lahir tahun 81 H di Madinah dan meninggal tahun 131 H.

C.  Tokoh-tokoh dan Golongan
Golongan Pertama,  golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikain politik yang ada di zaman Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Golongan kedua, golongan yang timbul karena adanya peristiwa perbedaan antara Wasil dengan gurunya Hasan Al-Bashri mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantaranya.

Aliran teologi ini pada awalnya memiliki dua cabang yaitu di Basrah dan Baghdad. Berikut beberapa tokohnya:
1.      Di Basrah
Dipimpin oleh Washil bin Atha’ dan Amru bin Ubaid dengan murid-muridnya yaitu Utsman bin Ath-thawil, Hafsah bin Salim, dan lain-lain.[5] Gerakan mereka berlangsung pada permulaan abad ke-2 H, kemudian awal abad 3 H yang wilayahnya dipimpin oleh Abu Nuzail Al-‘allaf. Tokoh Mu’tazilah lainnya yaitu Ibrahim bin Sayyar bin Hani Al-Nazzam, ‘Amr bin Bahr Abu Utsman Al-Jahiz, Abu Ali Muhammad bin ‘Abd Al-Wahab Al-Jubba dan Abu Hasyim ‘Abd As-Salam.
2.      Di Baghdad
Dipimpin oleh Bisyr bin al-Mu’tamar. Selain itu terdapat pula Abu Musa Al-Murdar, Hisyam bin ‘Amr Al-Fuwati, Abu Hisyam Al-Khayyat dan Sumamah bin Asyras.

D.      Pokok-pokok Ajaran Mu’tazilah
     Berikut ini doktrin-doktrin Mu’tazilah yang terangkum dalam Al-Ushul Al-Khamsah (lima prinsip dasar) yaitu:
1.      At-Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tuhan adalah dzat yang tunggal tanpa sifat. Kaum Mu’tazilah meniadakan sifat-sifat Tuhan, artinya bagi mereka  sifat-sifat Tuhan ada dalam esensi Tuhan itu sendiri.
2.      Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Menurut ‘Abd Al-Jabbar semua perbuatan Allah pasti bersifat baik karena tidak menciptakan serta mentakdirkan keburukan bagi makhluk-Nya. Perbuatan manusia diciptakan manusia itu sendiri. Manusia yang berbuat baik akan diberikan kebaikan oleh Tuhan, dan sebaliknya jika manusia berbuat jahat akan diberikan siksaan.
3.      Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan Ancaman)
Prinsip ini sebagai pembuktian keadilan Tuhan tentang yang berbuat baik akan diberikan kebaikan oleh Tuhan, dan berbuat jahat akan diberikan siksaan agar manusia merasakan balasan atas segala perbuatannya. Kaum Mu’tazilah mengingkari adanya syafa’at.
4.      Al-Manzilah bainal Manzilataini (Tempat diantara Dua Tempat)
Dua tempat yang dimaksud mereka adalah Surga dan Neraka. Manusia yang berbuat dosa besar bukanlah kafir karena masih percaya dengan Allah dan Rasul-Nya serta masih melakukan perbuatan baik lainnya, tetapi ia juga bukan mukmin karena imannya tak lagi sempurna. Maka ia disebut fasik[6]. Ketika meninggal dunia, apabila tidak bertaubat akan kekal di Neraka, namun siksaannya lebih ringan dibandingkan orang kafir.
5.      Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Berbuat Baik dan Larangan Berbuat Jahat)
Ajaran ini mirip dengan umat islam lainnya, perbedaan terletak pada pelaksanannya. Mereka berpendapat bahwa mereka mwajib memerintahkan golongan selain mereka untuk melakukan apa yang mereka lakukan. Mereka akan melakukan kekerasan apabila dengan menyeru tidak cukup. Orang-orang yang tidak sesuai dengan mereka dianggap sesat dan harus diluruskan.





















                II.         Aliran Asy’ariah
A.    Pengertian
Asy’ariah adalah sebuah aliran yang menganut i’tikad[7] yang di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW yang diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Aliran ini dinisbatkan pada pendirinya yaitu Al-Asy’ari.

B.     Sejarah dan Latar belakang
Nama Al-Asy’ariah diambil dari nama Abdu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari keturunan dari Abu Musa Al-Asy’ari. Beliau dilahirkan di  kota Bashrah Irak pada tahun 206 H/873 M dan wafat tahun 260 H/935 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai dari kira-kira usia 10 tahun sampai 40 tahun. Dalam beberapa waktu lamanya  merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazilah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.
Ketika berumur 40 tahun, dia bersembunyi dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari Jum’at dia naik di masjid Bashrah secara resmi dan menyatakan pendiriannya keluar dari Mu’tazilah.
Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari Mu’tazilah antara lain:
a.       Pengakuan Al-Asy’ari yang telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali yakni pada malam ke-10, 20, dan 30 pada  bulan Ramadhan. Dalam mimpinya Rasulullah mengingatkannya agar beliau meninggalkan Mu’tazilah
b.      Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilah dalam soal “Al-Salalah wa Al-Aslah” yang artinya Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan terbaik untuk kemaslahatan manusia.
Menurut Ahmad Mahmud Subhi yang mendorong Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah disebabkan karena Al-Asy’ari menganut madzhab Imam Syafi’i, yang konsep teologinya berlainan dengan ajaran Mu’tazilah.
c.       Kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran tersebut maka akan terjadi perpecahan di kalangan muslimin yang bisa melemahkan mereka dan ia khawatir kalau Al-Qur’an dan Hadits-hadits nabi menjadi korban faham aliran Mu’tazilah yang menurut pendapatnya itu tidak dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran.

          Maka melihat keadaan seperti itu, Al-‘Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan textualist yang ternyata bisa diterima oleh mayoritas kaum muslimin.
           Secara ringkas, penggambaran perkembangan aliran Asy’ariah bahwa, setelah abad ke-3 dan ke-4  Hijriah, Mu’tazilah semakin melemah. Maka ketika itulah Al-‘Asy’ari dalam waktu singkat mendapat kepercayaan dari kaum muslimin dengan memiliki banyak pengikut.[8]

C.    Tokoh dan Golongaan
1.      Al-Baqillani (260 H/370 M-324 H/935 M)
Namanya Abu Bakar Muhammad bin Tayib, lahir di kota Bashrah. Beliau merupakan salah satu murid Al-Asy’ari. Ia terkenal cerdas otaknya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama.
2.      Al-Juawaini (419 H/1028 M-478 H/1085 M)
Namanya Abdul Ma’ali bin Abdillah lahir di kota Naisabur. beliau mengikuti ajaran-ajaran al-Baqillani dan Al-Asy’ari.
3.      Al-Ghazaly (450 H/1059 M-505 H/1111 M)
Namanya Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali lahir di kota Thus, Khurasan. Beliau adalah ahli pikir islam yang memiliki puluhan karya seperti Teologi Islam, Hukum Islam, dll.

D.    Ajaran-ajaran Pokok[9]
1.      Tentang pelaku dosa besar tidak menjadi kafir, ia tetap mukmin.
Sebagai orang berdosa masih terbuka baginya pintu taubat untuk memperoleh ampunan dari Allah.
2.      Soal Imamah.
Tidak jauh berbeda dengan Khawarij dan Mu’tazilah. Karena Islam sesudah Rasulullah, maka menunjuk imam harus didasarkan azas musyawarah dan pilihan syah.
3.      Al-Qur’an bukan diciptakan.
Qur’an sebagai kalamullah adalah Qadim bukan Hadits atau diciptakan. Sedangkan Al-Qur’an yang terdiri dari huruf-huruf dan suara adalah baru
4.      Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat.
Dasarnya firman Allah surat AL-Qiyamah ayat 22-23 yang artinya “Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-Nyalah mereka melihat”.
5.      Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan Tuhan.
Menurut Al-Asy’ari Tuhan adalah pencipta alam raya ini, termasuk manusia dengan segala perbuatannya. Seperti contoh, patung hasil pahatan tukang pahat. Kerja mereka memahat itu, Allahlah yang menciptakan. Adapun batu atau kayu yang menjadi bahan pembuatan itu jelas ciptaan Allah, bukan hasil dari tukang tersebut.[10]
6.      Semua yang diperintahkan adalah baik dan sebaliknya yang dilarang Tuhan adalah buruk.
Namun tidak ada baik dan buruk secara mutlak, karena semua itu dari Allah.
7.      Keadilan Tuhan adalah kekuasaan mutlak dari Tuhan yang tanpa batas.
Adil adalah apabila Tuhan mensurgakan dan menerakakan semua orang.
KESIMPULAN

1.      Aliran Mu’tazilah
            Mu’tazilah adalah aliran yang tidak mau ikut campur pertiakian di zaman Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dan Mu’tazilah golongan kedua timbul karena adanya peristiwa perbedaan antara Wasil dengan gurunya Hasan Al-Bashri mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantaranya.
            Tokoh-tokohnya Di Basrah dipimpin oleh Washil bin Atha’ dan Amru bin Ubaid dengan murid-muridnya yaitu Utsman bin Ath-thawil, Hafsah bin Salim, dan lain-lain. Gerakan mereka berlangsung pada permulaan abad ke-2 H, kemudian awal abad 3 H yang wilayahnya dipimpin oleh Abu Nuzail Al-‘allaf. Tokoh Mu’tazilah lainnya yaitu Ibrahim bin Sayyar bin Hani Al-Nazzam, ‘Amr bin Bahr Abu Utsman Al-Jahiz, Abu Ali Muhammad bin ‘Abd Al-Wahab Al-Jubba dan Abu Hasyim ‘Abd As-Salam. Di Baghdad Dipimpin oleh Bisyr bin al-Mu’tamar. Selain itu terdapat pula Abu Musa Al-Murdar, Hisyam bin ‘Amr Al-Fuwati, Abu Hisyam Al-Khayyat dan Sumamah bin Asyras.
            Aliran yang dianut Al-Ushul Al-Khamsah; At-Tauhid (Keesaan Tuhan), Al-‘Adl (Keadilan Tuhan), Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan Ancaman), Al-Manzilah bainal Manzilataini (Tempat diantara Dua Tempat), Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Berbuat Baik dan Larangan Berbuat Jahat).

2.      Aliran Asy’ariyah
            Abu Hasan Al-Asy’ari merupakan salah satu keturunan sahabat Rasulullah yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dan termasuk ahli fiqh yang masyhur. Ia belajar ilmu alam dengan seorang tokoh Mu’tazilah yaitu Abu Ali Al-Jubai. Namun selanjutnya menjauhkan diri dari aliran Mu’tazilah. Sampai akhirnya timbul aliran baru yang di sebut Asy’ariah. Dimana faham ini merupakan faham Mu’tazilah yang telah diadakan penyesuaian-penyesuaian pada berbagai persoalan.
            Tokoh-tokohnya Al-Baqillani (260 H/370 M-324 H/935 M), Al-Juawaini (419 H/1028 M-478 H/1085 M), Al-Ghazaly (450 H/1059 M-505 H/1111 M).
            Ajaran-ajaran pokoknya pelaku dosa besar tidak menjadi kafir, ia tetap mukmin; menunjuk seorang imam berdasar azas musyawaroh; Al-Qur’an sebagai kalamullah adalah qadim bukan hadits; Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak; dsb.

            Berdasarkan uraian-uraian diatas mengenai sejarah munculnya aliran Mu’tazilah dan ‘Asy’ariah, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa munculnya kedua aliran tersebut bukan karena kemelut politik, namun lebih ditekankan pada masalah-masalah kepercayaan atau aqidah.




[1] Harun Nasution. 1972. Teologi Islam. (Jakarta : UI-Press) hal. 37
[2] Harun Nasution. 1986. Teologi Islam. (Jakarta:UI-Press) hal.38
[3] Ahmad Amin. 1965. Fajrul Islam. (Singapura:SulaimanMar’i) hal.48
[4] Taib Thahir Abdul Mu’in. 1986. Ilmu kalam. (Jakarta:Widjaya) hal.102
[5] Abu Amr. 2013. Mizanul Muslim 1. (Sukoharjo:CordovoMediatama) hal.159
[6] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
[7]Dari bahasa arab  ‘Aqada I’taqada, artinya ikatan. Artinya hati manusia telah terikat dengan suatu kepercayaan atau pendirian. Dalam bahasa Indonesia ‘tekad’.
[8] Bashori dan Mulyono. 2010. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. (Malang:UIN Malikipress) hal.114)
[9] Bashori dan Mulyono. 2010. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. (Malang:UIN Malikipress) hal.138
[10] Nukman Abbas. 2002. Al-Asy’ari:Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan. (Jakarta:Erlangga) hal.125

DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet.V;  Jakarta:UI-Press, 1986.
Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press, 1972.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Amin, Ahmad. Fajrul Islam.  Singapura: Sulaiman Mar’i, 1965.
Taib Thahir Abdul Mu’in. Ilmu kalam. Jakarta: Widjaya, 1986.
Abu Amr.  Mizanul Muslim 1. Sukoharjo: Cordovo Mediatama, 2013.
Bashori dan Mulyono. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Abbas, Nukman. Al-Asy’ari : Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan. Jakarta: Erlangga, 2002.

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar